Kamis, 06 September 2018

Hulu Sang Dhuha

Lagi-lagi, masih kisah bertajuk SMA yang kumuat dalam tulisan ini.
Mereka bertiga adalah sohibku di kelas, ya saat itu kelas XII. Tapi ada yang aku lupa, ialah sehari berapa kali berganti mata pelajaran dan kapan waktu istirahat. Yang kuingat bahwa istirahat siang(itupun jika tak salah ingat), adalah pukul 12.30 dan kembali masuk pukul 14.00 sampai pukul 16.00.

Waktu istirahat setelah mata pelajaran pertama, aku selalu mencari kegiatan di kelas. Entah itu ikut nimbrung anak cowok nonton film barat bergenre action, ngomongin PTN bersama mereka, ikut selfie(hha dulu lagi doyan banget foto), nugas, atau jika sedang free aku lebih memilih buka laptop dan nonton drama Korea(virus nih emang drama Korea, tapi sekarang telah pensiun gaes. Dulu, bahkan di jam pelajaran dan ada sang guru pun aku masih sempatkan pasang headset ambil posisi strategis dan nonton drakor, gila emang dulu sampai guru pun tak lagi kuperhatikan, astaghfirullah. Dan gregetnya lagi, si Ribang ketua kelas kami malah ngadu ke guru yang sedang menerangkan materi di depan. Aku ingat sekali waktu itu pelajaran PAI oleh Ummi Hidayati. Serasa dibunuh kala itu wkwk. Tapi sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Kini kutelah pensiun dari drakor dan apapun yang berbau hiburan dari negeri tersebut).

Baiklah kita kembali ke benang merah. Jadi ketika jam istirahat itu, mereka bertiga yang selalu bergantian setiap harinya untuk ngajak sholat Dhuha ke masjid sekolah. Ya Allah jujur aku males banget sholat Dhuha. Gimana nggak males coba, letak masjidnya jauh banget dari RKB(Ruang Kegiatan Belajar) dari utara ke selatan coba tuh bayangin jauh banget kan?(Sinematis gak sih hhha). Meskipun aku sadar bahwa "Jauh Banget" adalah anggapan orang yang hatinya keras sepertiku hhe...

Syukurnya, mereka nggak ada yang pernah berhenti buat ngajak aku setiap harinya sih. Entah ya, aku beberapa kali berhasil menolak ajakan mereka(ya Allah aku menyedihkan banget ya kan hha), namun seringkali mereka berhasil "menyeret"ku ke masjid. Ada yang lebih menyedihkan menurutku, ialah sekalinya aku ikut Dhuha ke masjid bareng mereka, itu dikarenakan nggak enak hati aja sama mereka, dan sholatku pun hanya sekali dua kali salam, seingatku tak pernah salam sebanyak mereka hmm...

Dan semakin mendekati UN, seperti biasa kelas XII banyak jam kosong, pun banyak Try Out. Karena banyak jam kosong, kami kelas XII seringkali nongkrong di masjid sekolah. Ada yang menghabiskan waktu untuk tilawah, Dhuha, belajar untuk Try Out di jam siangnya, atau bahkan tidur-tiduran di masjid. Jadi mereka tak susah payah lagi "menyeret"ku ke masjid karena kegiatan kelas telah berpindah ke masjid. Dan pas KBM(Kegiatan Belajar Mengajar) siang, aku dan siapa ya waktu itu kalau tak salah sama Mbak Dew deh, kami bawa bantal kecil ke kelas ya Allah itu gokil abis hha. Inisiasi itu muncul karena kami mengerti bahwa nanti guru tidak masuk, sementara seluruh siswa tidak diijinkan berada di asrama selama jadwal KBM sedang berlangsung.

UN pun tiba, April 2015 akhirnya kami tinggalkan asrama dan lingkungan sekolah, mencari masing-masing penghidupan di Universitas impian(nungguin hasil SNMPTN).
Dan nyatanya setelah keluar dari asrama, tak ada lagi yang maksa Dhuha, tak ada lagi yang nyeret ke masjid, yaa pada akhirnya aku kehilangan omelan kalian. Aku tak tahu ini tindakan benar atau salah, namun seringkali Dhuhaku kini adalah bentuk wujud rinduku pada kalian, berharap bahwa dengan Dhuhaku yang compang-camping ini kalian tetap teraliri pahala karena sering ngomelin dan menyeretku dulu.

Aku tak pernah kehabisan alasan untuk bersyukur karena pernah 3 tahun seatap dengan kalian semua. Meski tidak adanya aku, pun tidak merugi juga bagi kalian. Namun bagiku, kalian(angkatan 13, semua guru, lingkungan religius berbalut militan) tak ternilai...

Jaga erat sahabat shalih/ah mu, karena mendapatkan yang seperti mereka itu sulit, namun melepaskan mereka itu betapa mudah.

Senin, 14 Mei 2018

Menghujam Langit, Y X G Kuy!


                Sering terdengar bahwa Allah itu lebih suka proses ketimbang hasil. Mencintai hambaNya yang tak pernah lelah dalam ikhtiar dan doa. Hingga tak jarang Allah pending kan pengabulan doa karena Allah sangat mencintai hambaNya yang senantiasa berdoa dan meminta. Dan salah satu waktu mustajab untuk berdoa adalah di sepertiga malam terakhir.
                Bagi sebagian orang, mungkin masih banyak yang kesulitan bangun tengah malam untuk melaksanakan qiyamul layl, atau bahkan terbangun namun tak mampu bangkit karena gravitasi kasur terlalu kuat untuk dikalahkan, jadilah hanya mematikan alarm dan tidur kembali. Bukan mendeskreditkan, namun memang benar bahwa kebiasaan itu perlu dibangun, dan butuh untuk dimulai, jadi bukan sekedar keinginan saja. Tetaplah pada keinginan, beranilah untuk memulai dan bertekadlah untuk kontinyu. Karena Allah mencintai orang-orang yang mau memulai perubahan pada yang lebih baik.
               
               Sebagiannya lagi ada yang mudah sekali bangun di sepertiga malam, meski tidur larut sekalipun tetap mampu bangun untuk qiyamul layl. Nah jika sudah sampai pada fase ini, banyak-banyaklah bersyukur karena Allah memudahkan hati dan langkah kaki untuk mampu bangun menengadah pinta padaNya.
                Membiasakan sesuatu yang belum pernah terbiasa sebelumnya, memang sulit. Namun tidak ada yang tidak mungkin. Kita sadar betul, keutamaan serta manfaat dari qiyamul layl sangatlah banyak dan menggiurkan. So, Y X G Kuy!
                Menyesal ketika terbiasa menunaikannya, namun sekali saja tertinggal, maka itulah nikmat yang tercabut dari ruh kita. Nikmat menikmati ibadah adalah karunia besar dari Allah. Namun jangan berkecil hati, karena rasa menyesal itu juga bagian dari nikmat. Itu artinya bahwa Allah menginginkan kita untuk hadir kembali dalam majelis langitNya, menjadi santri langitNya, meski sempat absen.
                Ketika membayangkan, saat kita sujud khusyu dengan benarnya, seakan-akan Allah mengucapkan kepada kita kalimat indah,”Wahai hambaKu, Aku mencintaimu dengan teramat sangat.”  Hellow, memangnya kita siapa hingga mampu membuat Allah mencintai kita. Seberharga apa kita di hadapan Allah, hanya sekedar makhluk kecil tak bernilai, banyak dosa pula.
Gemetar bercampur haru berafiliasi menjadi satu  kesatuan yang padu. Bahkan tidak ada satu katapun yang mampu mendefinisikan itu.
                Seorang bijak pernah berkata, “Apalagi untuk kemenangan dakwah, untuk kejayaan Islam. Demi berkibarnya panji-panji Muhammad dan demi tegaknya keadilan di muka bumi dan tersebarnya rahmat Allah. Bangunlah saudaraku di sepertiga malam terakhir. Ketuklah pintu langit. Jika berjuta tangan mengetuk untuk satu tujuan, satu keinginan, akan terasa kuat getarannya. Dan Allah tidak pernah mengingkari janji.”
                Bukan untuk sekedar keinginan pribadi. Namun untuk menopang bangkitnya ummat, doa kita memang benar-benar harus mampu menghujam langit Allah. Karena hanya orang-orang terpilih saja yang mampu bangkit dari lelap dan nikmatnya tidur, demi menemui Sang Kekasih paling setia. So, Y X G Kuy!