Minggu, 03 Desember 2017

Menelisik


Hari-hari kini berselimut hujan, rintik dan bahkan dalam sehari bisa dikatakan tak terlewati tanpa turunnya bulir-bulir air. Menjadi suatu anugerah tersendiri bagi makhluk-makhluk yang merindukan datangnya zat bersifat cair tersebut. Sebagai pecinta hujan, tetap bahagia layaknya kapal yang tak pernah meninggalkan lautnya meskipun keadaan sedang pasang. Mencari tantangan dalam ombak-ombak yang kian meninggi, hingga akhirnya mendermaga atau bahkan tenggelam sebelumnya.

Seperti itulah kehidupan. Terandaikanlah seperti hujan, laut pun kapal jua. Ada pelajaran dalam tiap-tiap mili meternya, ada ilmu dalam tiap deru kerasnya suara ombak, dan ada hikmah dari lembar-lembar hempasan angin. Tergantung dari sudut pandang sebagai siapa kita menilai, bijak dan dewasa atau malah bersikap childish alias kekanak-kanakan.

Bicara tentang dewasa dan kedewasaan, sebenarnya diri ini sangat merasa belum pantas bahkan untuk sekedar menuliskannya. Karena pada realitanya, sifat itu masih terlalu jauh untuk digapai oleh diri yang teramat lalai ini. Seakan mampu menasihati orang lain, namun tak mampu menasihati diri sendiri. Tapi biarlah, semoga dengan ini Allah berkenan.

Salah satu pelajaran, ilmu dan hikmah yang bisa aku ambil dalam dinamika hidup selama beberapa minggu kali ini adalah lembutnya hati. Kelembutan hati seseorang, bisa sangat menentukan kadar kedewasaannya. Lembut hati bukan berarti bersikap lunglai lemah dalam bertindak, namun lembut dalam cara berfikir dan menentukan solusi.

Dan saat dirasa hati sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, maka yang aku yakini adalah bahwa pasti aku tengah berada dalam kondisi yang dimana komunikasi dan interaksiku terhadap Allah mengalami penurunan. Iya, ini versiku, mungkin juga sama dengan pembaca.

Sebenarnya, semua terletak pada kejujuran. Maukah kita jujur pada diri sendiri dan mengakui bahwa kita sedang dalam keadaan yang tak benar. Inilah hal yang paling sulit untuk dilakukan, introspeksi atau biasa disebut dengan muhasabah. Merendah diri dengan serendah-rendahnya kepada Allah semata, merendah hati dengan serendah-rendahnya kepada sesama makhluk ciptaan. (Merendah diri dan merendah hati jangan kebalik ya viewers)

Keindahan hidup terdapat pada segumpal hati penentu seonggok sikap diri. Maka jika yang segumpal itu sakit, seonggok diri pun akan menampakkannya entah dengan cara apapun. Ditutupi, tetap terlihat juga karena yang seonggok mengikuti yang segumpal.

Astaghfirullah, diri ini terlalu terlena dan kurang muraqabatullah serta bertaqarrub. Memanjakan hati berlebihan dan mengikuti hawa nafsu. Maka kedamaian hati perlu dibangun lagi, setelahnya pun perlu penjagaan kemudian juga perawatan.

Intinya sahabat, yang paling berperan dalam penurunan kualitas ibadah adalah maksiat. Dia(maksiat) adalah investor terbesar dalam hal ini. Maka bagi hati-hati yang masih tenang tentram dan damai, jaga komunikasi vertikal(Allah) dan horizontal(sesama makhluk) sebaik mungkin, dan jangan beri sedikitpun celah maupun kesempatan pada apa-apa yang ingin merobohkan benteng pertahanan yang telah susah payah telah dibangun...

Semoga Bermanfaat:)
Photo By Me
@ Bandar Udara Sultan Hasanuddin Sulawesi Selatan, Oktober 2015